Skip to main content

Ruang Kecil Dariku


Sekarang aku punya pekerjaan baru. Hei, jangan kira aku ini mahasiswi pengangguran tak berguna. Pekerjaan ini menyenangkan, khusus bagi hatiku saja, urus saja soal hatimu sendiri. Jangan ikut-ikutan pekerjaaan baruku !!
*
“Milian, kamu sekarang jadi suka ngeliatin kuku terus sih?”
“Memang, ada titik putih di kuku jari manisku,”
“Lalu? Apa bagusnya?”
“Bagusnya? Bagusnya karena titik itu ada di jari tangan kananku,”
“Baik, jadi?”
“Ih, kamu tahu nggak sih, kalau ada tanda putih di kuku jarimu dan itu di tangan kanan artinya ada yang sedang suka sama kamu,”
“Kalau di jari tangan kiri?”
“Berarti ada yang sedang membencimu,”

Yang barusan itu percakapan singkat ala mahasiswi baru di kampus sambil menunggu kedatangan dosen yang selalu terlambat 30 menit setiap pertemuan. Kalian mungkin bertanya-tanya pekerjaan macam apa yang dikerjakan seorang mahasiswi baru di semester keduanya setelah sebelumnya kujelaskan kalau aku punya pekerjaan baru dan menghimbau kalian untuk tidak memplagiat pekerjaan baruku. Untuk mengetahuinya tentu saja kalian harus mengikuti kisahku dari awal, setelah itu barulah bisa kalian simpulkan dengan bala bantuan pegawai di dalam kepala kalian masing-masing.

Aku dan Milian berteman sejak 8 bulan lalu. Aku yang bermuka judes sama sekali tidak berminat menjalin pertemanan dengan Milian yang terlihat punya sedikit masalah di syarafnya entah yang sebelah mana. Pada hari pertama orientasi kampus, Milian tiba-tiba saja mengajak seorang kakak tingkat berkenalan dan bertukar ID Line.  Milian juga yang secara tiba-tiba menarik tanganku untuk mencari tanda tangan dan ID Line kakak tingkat lainnya, bilang saja kalau ini disuruh sama mentor grup kita, ujarnya sebelum aku sempat menanyakan perihal kewarasannya. Sayangnya aku bukan tergolong orang yang supel bergaul, sehingga aku memang terpaksa harus punya kawan sejenis Milian untuk kelangsungan hidup sosialku di kampus.

Tentang Milian, dia dulunya mantan anggota grup pom-pom di SMA nya. Postur tubuhnya yang ideal memang menjanjikan masa depan yang cerah di dunia per-pom-poman dan sejenisnya.

“Cheerleaders, Irian. Bukan grup pom-pom, cheerleaders,” omelnya setiap kali aku menyebut grup pom-pom di depannya. Bukannya aku tak tahu dengan istilah itu, hanya saja aku merasa geli saat melihat mulutku bergerak mengucapkannya.

Sore itu sebelum pulang kampus aku dan Milian menyempatkan diri sebentar ke sebuah pusat perbelanjaan, kami hanya mampir ke kedai kopi sambil mencolek-colek ponsel masing-masing, mata Milian tampak sibuk menggerakkan jarinya ke atas bawah, mungkin mencari berita kesukaannya yang seperti dugaanku, ramalan zodiak dengan sasaran utama bagian asmara.

“Perbanyak minum air putih dan kurangi begadang. Istirahat yang cukup akan membuat kamu terhindar dari penyakit. Keuangan:  banyaknya tagihan membuat kamu pusing dan berpikir bagaimana cara melunasinya. Asmara:  jika memang cinta, ya ucapkan saja. Jangan sampai si dia berpaling pada yang lain.”

Milian girang melihatnya. Ramalan bintang bodoh itu seperti heroin yang memberikannya efek halusinasi berlebihan. Aku sudah maklum dengan kelakuannya barusan.

“Marian, coba lihat ramalan bintangmu,” Aku hanya menggeleng, bilang kalau itu tidak penting dan aku tidak percaya ramalan yang peramalnya saja aku tak tahu siapa. Tapi kali ini Milian benar-benar sedang diperdaya heroin tadi, dengan sengaja dia menarik kepalaku dan memaksaku membaca ramalan bintangku, Scorpio.

Mengikuti kata hati memang penting, tetapi memaksakan diri tanpa berpikir logis dengan apa yang akan terjadi hanya akan menyulitkanmu di masa depan. Keuangan: selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan keuangan. Asmara: dia selalu punya alasan untuk berkomunikasi denganmu.”

Tanpa kusadari, aku sedikit membuka hati untuk ramalan barusan. Aku memberinya sedikit ruang untuk mengambil alih akal sehatku. Aku sedikit berharap kalau kalimat terakhir di ramalan itu benar-benar untukku. Atau mungkin untuk Demian.

Meskipun bersikap seolah acuh dan judes, bukan berarti aku tidak suka pada seseorang. Demian misalnya, jujur saja aku memang suka padanya sejak semester lalu. Perasaan suka itu menyembul saat aku mengerjakan tugas kuliah bersamanya dan Milian. Dimataku Demian terlihat sangat sempurna dalam balutan kaos berlapis kemeja flanel biru bersama jeans dan sneakers mocca nya. Aku semakin terhipnotis dengan pendapat-pendapat yang dilontarkannya. Perasaan ini bercokol dengan sempurna dalam hatiku.

Beberapa hari setelah kebodohan di kedai kopi itu, tanpa sengaja aku beranggapan bahwa Demian sering sekali berpapasan dan menyapaku entah sengaja atau tidak. Dia juga secara tiba-tiba baik sekali mau memulai obrolan denganku entah menanyakan keberadaan Milian- yang tumben sekali tidak mengekoriku atau sekedar berbincang soal isu yang sedang dibahas di media-media berita. Demian seperti membaca ramalan itu, selalu punya alasan untuk berkomunikasi denganku. Ah, rasa-rasanya ramalan itu boleh juga dipercaya.

Ramalan itu boleh saja memberi tahuku soal selalu-punya-alasan-untuk-berkomunikasi-denganmu nya, tapi kurasa yang ini lebih jelas, ada tanda titik putih di jari manis tanganku ! Milian mungkin ada benarnya, gumamku. Sekarang aku punya pekerjaan baru, melihat tanda putih di jari manis tangan kananku dan mengunjungi website ramalan bintang melalui smartphoneku.

Titik putih itu tentu saja semakin menambah keyakinanku bahwa … juga menyukaiku. Aku malu menyebutnya, kalian pasti sudah bisa menduganya. Demi kerang suci, cinta yang berbalas memang indah. Semua yang mendapat balasan memang selalu indah, setidaknya sampai Demian mengajakku untuk bertemu petang ini di taman kota.

Demian menempatkanku di sebuah kursi taman yang berwarna putih. Setelah mengatakan padaku untuk duduk manis, dia lalu berlari 5 meter dari tempatku dan menarik sesuatu dari balik pohon, kardus yang sangat besar. Lalu Demian menarik simpul pita yang menutupi kardus itu. Dari dalam kardus muncul puluhan balon warna –warni yang dibawahnya digantung kain hitam dengan tulisan besar berwarna putih I LOVE YOU. Aku sampai menitikkan air mata dan menutup mulutku yang menganga.

“Eh, tulisannya kurang,” aku tak mendengar kalimatnya barusan. Sungguh tidak mendengarnya sampai kulihat tulisannya bertambah, I LOVE YOU MILIAN.

Kali ini aku remuk, seperti badai, tulisan Milian itu menghantamku. Nyatanya, Demian membawaku ke taman kota adalah karena ia ingin aku mengomentari rencana pernyataan rasa sukanya pada Milian, dia beranggapan bahwa aku pasti bisa memberi saran untuk kejutannya itu.

“Norak banget, Milian nggak akan suka,” Ujarku pendek sebelum aku pergi meninggalkan Demian dengan ekspresi kebingungannya.

 Aku abai bahwa alasan untuk selalu berkomunikasi denganku adalah Milian. Aku abai bahwa Demian punya zodiak yang sama dengan Milian, yang itu artinya ramalan mereka adalah sama, jika memang cinta, ya ucapkan saja. Jangan sampai si dia berpaling pada yang lain. Aku abai ketika memberi ruang kecil untuk kepercayaan pada ramalan dan titik putih di jari manis tangan kananku. -END-
Source: www.pinterest.com

Comments